Rabu, 06 Juni 2012

laporan fisiologi tumbuhan dormansi


LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN
DORMANSI KARENA KULIT BIJI YANG KERAS
DAN
PENGARUH ZAT PENGHAMBAT TERHADAP PERKECAMBAHKAN BIJI


DI SUSUN OLEH:
V. Ivana Rosdianti                            (101434009)
Stepani Septi Kurniawan                 (101434023)
Triyanto                                             (101434029)
Gebi Marselina Silaen                       (101434037)
Bernadetha Yesi Putri                      (101434041)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2012


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dormansi adalah suatu keadaan berhenti tumbuh yang dialami organisme hidup atau bagiannya sebagai tanggapan atas suatu keadaan yang tidak mendukung pertumbuhan normal. Dengan demikian, dormansi merupakan suatu reaksi atas keadaan fisik atau lingkungan tertentu. Pemicu dormansi dapat bersifat mekanis, keadaan fisik lingkungan atau kimiawi.
Banyak biji tumbuhan budidaya yang menunjukkan perilaku ini. Penanaman benih secara normal tidak menghasilkan perkecambahan atau hanya sedikit perkecambahan. Perilaku tertentu perlu dilakukan untuk mematahkan dormansi sehingga benih menjadi tanggap terhadap kondisi yang kondusif bagi pertumbuhan. Bagian tumbuhan yang lainnya yang juga diketahui berperilaku dormansi adalah kuncup.
Kondisi dormansi mungkin dibawa sejak benih masak secara fisiologis ketika masih berada pada tanaman induknya atau mungkin setelah benih tersebut terlepas dari tanaman induknya. Dormansi pada benih dapat disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit biji dan keadaan fisiologis dari embrio atau bahkan kombinasi dari kedua keadaan tersebut.
Memecahkan dormansi pada benih tanaman pangan untuk mengetahui dan membedakan apakah suatu benih yang tidak dapat berkecambah adalah dorman atau mati, maka dormansi perlu dipecahkan. Masalah utama yang dihadapi pada saat pengujian daya tumbuh/kecambah benih yang dormans adalah bagaimana cara mengetahui dormansi, sehingga diperlukan cara-cara agar dormansi dapat dipersingkat.
Ada beberapa cara yang telah diketahui antaranya dengan perlakuan mekanis yaitu Skalirifikasi. Skalirifikasi ini mencakup cara-cara seperti mengkikir/menggosok kulit biji dengan amplas. Melubangi kulit biji dengan pisau, memecahkan kulit biji maupun dengan perlakuan goncangan untuk benih-benih yang memiliki sumbat gabus. Tujuan dari perlakuan mekanis adalah untuk melemahkan kulit biji yang keras sehingga lebih permeabel terhadap air dan gas.
Dengan perlakuan kimia, tujuan dari perlakuan ini adalah menjadikan kulit biji lebih mudah dimasuki air pada waktu proses imbibisi. Larutan asam kuat seperti asam sulfat, asam nitrat dengan konsentrasi pekat membuat kulit biji menjadi lebih lunak sehingga dapat dilalui oleh air dengan mudah.
Penyebab lain dari dormansi biji adalah adanya zat penghambat perkecambahan. Cairan buah tertentu seperti jeruk dan tomat mengandung zat penghambat perkecambahan sehingga mencegah biji tersebut tidak berkecambah ketika masih dalam buah. Dormansi karena adanya zat penghambat dapat dihilangkan dengan mencuci biji dengan air sehingga zat penghambat akan hilang.

B.     Permasalahan
Permasalahan dari praktikum yang kami lakukan adalah:
1.      Apakah dengan perlakuan fisik dan kimia dapat mematahkan dormansi pada kulit biji yang keras ?
2.      Apakah zat penghambat yang terdapat dalam daging buah berpengaruh terhadap perkecambahan biji ?

C.    Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam praktikun ini adalah :
1.      Mematahan  dormansi pada biji karena kulit biji yang keras dengan perlakuan fisik dan kimia.
2.      Melihat pengaruh zat penghambat yang terdapat dalam daging buah terhadap perkecambahan biji.











BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Benih dikatakan dormansi bila benih tersebut sebenarnya hidup tetapi berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum dianggap telah memenuhi syarat bagi suatu perkecambahan. Dormansi merupakan terhambatnya proses metabolisme dalam biji. Dormansi dapat berlangsung dalam waktu yang sangat bervariasi (harian-tahunan) tergantung oleh jenis tanaman dan pengaruh lingkungannya. Dormansi pada benih dapat disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit, keadaan fisiologis dari embrio, atau kombinasi dari kedua keadaan tersebut. Namun demikian, dormansi bukan berarti benih tersebut mati atau tidak dapat tumbuh kembali, disini hanya terjadi masa istirahat dari pada benih itu sendiri. Masa ini dapat dipecahkan dengan berbagai cara, seperti cara mekanis atau kimiawi. Cara mekanis dengan menggunakan sumber daya alat atau bahan mekanis yang ada seperti amplas, jarum, pisau, alat penggoncang dan sebagainya. Sedangkan cara kimiawi dengan menggunakan bahan-bahan kimia seperti asam sulfat pekat dan HNO3 pekat. Pada intinya cara-cara tersebut supaya terdapat celah agar air dan gas udara untuk perkecambahan dapat masuk kedalam benih (Suetopo, 1985).
Variasi umur benih suatu tanaman sangatlah beragam, namun juga bukan berarti bahwa benih yang telah masak akan hidup selamanya. Seperti, kondisi penyimpanan selalu mempengaruhi daya hidup benih. Meningkatnya kelembaban biasanya mempercepat hilangnya daya hidup, walaupun beberapa biji dapat hidup lebih lama dalam air. Penyimpanan dalam botol atau di udara terbuka pada suhu sedang sampai tinggi menyebabkan biji kehilangan air dan sel akan pecah apabila biji diberi air. Pecahnya sel melukai embrio dan melepaskan hara yang merupakan bahan yang baik bagi pertumbuhan pathogen penyakit. Tingkat oksigen normal umumnya mempengaruhi dan merugikan masa hidup biji. Kehilangan daya hidup terbesar bila benih disimpan dalam udara lembab dengan suhu 35oC atau lebih (Dwidjoseputro, 1985).
Tipe dormansi:
a.       Dormansi fisik : yang menyebabkan pembatasan struktural terhadap perkecambahan. Seperti kulit biji yang keras dan kedap sehingga menjadi penghalang mekanisme terhadap masuknya air dan gas pada beberapa jenis tanaman.
b.      Dormansi fisiologi : dapat disebabkan oleh beberapa mekanisme, umumnya dapat disebabkan oleh pengatur tumbuh baik penghambat atau perangsang tumbuh, dapat juga oleh faktor-faktor dalam seperti ketidaksamaan embrio dan sebab-sebab fisiologi lainnya.
Dormansi adalah masa istirahat biji sehingga proses perkecambahan tidak dapat terjadi, yang disebabkan karena adanya pengaruh dari dalam dan luar biji (Salisbury dan Ross, 1995).
Perkecambah merupakan transformasi dari bentuk embrio menjadi tanaman yang sempurna. Perkecambahan biji yang dipermudah dengan keadaan tertentu seperti penyucian, dengan keberadaan zat penghambat tumbuh larut air pada kulit biji, suhu rendah, perpecahan kulit biji dan hal lain membuat potensial bahan tanam sebagai sumber keseragaman tanaman menjadi cukup rumit. Ditambah lagi dengan kenyataan bahwa lingkungan relung tanah tidak akan sama pada kondisi lapangan seperti dalam hal kandungan air, temperatur dan organisme ( Sitompul dan Guritno, 1995).
Perkecambahan biji adalah kulminasi dari serangkaian kompleks proses-proses metabolik yang masing-masing harus berlangsung tanpa gangguan. Tiap substansi yang menghambat salah satu proses akan berakibat pada terhambatnya seluruh rangkaian proses pekecambahan. Beberapa zat penghambat dalam biji yang telah berhasil diisolir adalah soumarin dan lacton tidak jenuh, namun lokasi penghambatnya sukar ditentukan karena daerah kerjanya berbeda dengan tempat dimana zat tersebut diisolir. Zat penghambat dapat berada dalam embrio, endosperm, kulit biji maupun daging buah (Anonim, 2007).









BAB III
ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA
Acara D.2
A.    Bahan :
1.      Biji saga/ Abrus precatorius
2.      Asam sulfat pekat
3.      Akuades
B.     Alat :
1.      Cawan petri
2.      Amplas/ alat penggosok
C.    Cara kerja :
1.      Mengambil 50 biji saga dan membaginya pada 5 kelompok masing-masing 10 biji
2.      Kelompok 1 : biji saga diperlakukan secara fisik dengan menghilangkan sebagian kulit biji pada bagian yang tidak ada lembaganya. Caranya dengan mengamplasnya. Selanjutnya dikecambahkan dalam akuades.
3.      Kelompok 2, 3, 4 biji saga diperlakukan secara kimiawi dengan direndam dalam asam sulfat pekat selama 5 menit, 10 menit, dan 15 menit. Setelah direndam biji dicuci menggunakan akuades dan dikecambahan dalam akuades.
4.      Kelompok 5: biji saga langsung dikecambahkan dalam akuades sebagai kontrol.
5.      Akuades untuk perkecambahan diganti setiap 2 hari.
6.      Mengamati kapan mulai berkecambah dan menghitung banyaknya biji yang berkecambah pada tiap kelompok.
7.      Pengamatan dilakukan selama 2 minggu.
Acara D.3
A.    Bahan
1.      Biji padi/gabah
2.      Larutan Buah tomat
3.      Larutan Buah jeruk
4.      Larutan Buah pepaya
5.      Larutan Buah markisa
6.      Akuades

B.     Alat
1.      Cawan petri
C.    Cara kerja

1.      Mengambil 250 biji padi dan membaginya pada 5 kelompok setiap kelompok masing-masing 50 biji.
2.      Mencuci Biji padi dengan menggunakan akuades dan masukkan dalam cawan petri.
3.      4 kelompok biji padi dikecambahkan dalam larutan buah yang sudah dipersiapkan, dan 1 kelompok kecambahkan dalam akuades sebagai kontrol.
4.      Setiap 2 hari sekali cairan buah diganti dengan yang baru.
5.      Sebelum dimasukkan dalam cairan buah yang baru, biji dicuci dahulu dengan akuades sampai bersih.
6.      Mengamati kapan mulai berkecambah, berapa jumlah biji yang berkecambah dan menentukan presentasi biji berkecambah.
7.      Setelah perkecambahan biji pada kontrol mencapai 70%, mencuci biji yang dikecambahkan dalam cairan buah dan mengecambahkan dalam akuades.
8.      Melanjutkan pengamatan sampai persentase biji yang berkecambah mencapai 100%.












BAB IV
HASIL  DAN  PEMBAHASAN

Tabel 1. Perkecambahan Biji Berkulit Keras dengan Perlakuan Fisik dan Kimia
Perlakuan
Jumlah Biji Saga yang Berkkecambahit Keras dnembahan biji (biji padin menentukan presentasi biji yang berkecambah.
mengecambahkakecambah
Rabu
9 Mei
Jumat
11 Mei
Senin 14 Mei
Rabu 16 Mei
Jumat 18 Mei
Senin 21 Mei
Rabu 23 Mei
Diamplas
0
7
9
9
9
9

Direndam 5 menit dalam H2SO4
0
8
8
8
8
8

Direndam 10 menit dalam H2SO4
0
9
9
9
9
9

Direndam 15 menit dalam H2SO4
0
10
10
10
10
10
10
Kontrol
0
1
1
1
1
2
4

Pembahasan :
Dormansi biji saga karena kerasnya kulit biji saga dapat dipecahkan dengan mekanisme skalirifikasi dan perlakuan kimia. Mekanisme skalirifikasi dengan mengikir/menggosok kulit biji dengan amplas dapat melemahkan kulit biji yang keras sehingga lebih permeabel terhadap air dan gas. Terbukti dari hasil pengamatan, biji saga yang telah diamplas perkecambahannya lebih banyak daripada biji saga yang hanya direndam dalam akuades.
Perlakuan kimia dengan merendam biji saga menggunakan larutan asam sulfat dengan konsentrasi pekat membuat kulit biji saga menjadi lunak sehingga dapat dengan mudah dilalui oleh air pada waktu imbibisi. Waktu perendaman juga mempengaruhi kelunakan kulit biji saga. Semakin lama waktu perendaman maka semakin lunak kulit biji saga dan mempercepat perkecambahan biji saga. Terbukti dari hasil pengamatan, biji saga yang di rendam selama 15 menit lebih banyak yang berkecambah dibandingkan yang direndam selama 10 menit dan 5 menit. Biji saga yang direndam selama 10 menit lebih banyak yang berkecambah dibandingkan yang direndam selama 5 menit.
Pemecahan dormansi pada biji saga lebih cepat dengan menggunakan larutan asam sulfat dengan konsentrasi pekat dan waktu perendaman yang lama. Karena kulit biji saga yang direndam dengan asam sulfat dan dengan waktu perendaman 15 menit menjadi lebih lunak sehingga mudah untuk dilalui oleh air pada saat proses imbibisi.

Tabel 2. Pengaruh Zat Penghambat terhadap Perkecambahan Padi
Perlakuan
Jumlah Biji Padi yang Berkkecambahit Keras dnembahan biji (biji padin menentukan presentasi biji yang berkecambah.
mengecambahkakecambah
Rabu 9 Mei
Jumat 11 Mei
Senin 14 Mei
Rabu 16 Mei
Jumat 18 Mei
Senin 21 Mei
Rabu 23 Mei
Direndam dalam sari buah jeruk
0
0
0
38
47
47
47
Direndam dalam sari buah tomat
0
0
0
41
44
44

Direndam dalam sari buah markisa
0
0
0
0
9
13

Direndam dalam sari buah pepaya
0
0
0
39
43
47

Kontrol
0
0
41
49
50
50
50

Pembahasan :
Zat penghambat perkecambahan mempengaruhi dormansi biji. Semakin banyak kandungan zat penghambat dari suatu biji, maka akan semakin memperlambat proses  pemecahan biji. Dari hasil pengamatan di atas, dapat dilihat bahwa perkecambahan kontrol lebih cepat dan lebih banyak dari pada yang direndam dalam sari buah, karena sari buah yang digunakan mengandung zat penghambat sehingga menghambat proses pemecahan biji padi.
Dari data yang diperoleh dapat diketahui bahwa pemecahan biji padi paling lambat adalah yang menggunakan sari markisah. Hal ini menandakan bahwa dalam sari markisah lebih banyak terdapat zat penghambat dibandingkan dengan sari buah pepaya, tomat maupun jeruk. Sari-sari buah yang digunakan adalah berjenis asam, dan terbukti bahwa zat asam jika digunakan untuk biji yang kulitnya tidak terlalu tebal dan biji tetap dapat mengalami imbibisi justru akan menghambat pemecahan biji. Apabila zat penghambat ini tetap berada didalam biji maka dapat menghambat perkecambahan biji sehingga mencegah biji untuk berkecambah ketika masih didalam buah. Dormansi ini dapat dihilangkan dengan menghilangkan zat penghambat biji yaitu dengan cara mencuci biji dengan air biasa dan merendam biji didalam air biasa yang tidak mengandung zat penghambat.


























BAB V
KESIMPULAN
Kesimpulan dari praktikum yang kami lakukan adalah:
1.      Dormansi biji dapat dipecahkan melalui perlakuan fisik yaitu dengan mengamplas biji dan dengan perlakuan kimia yaitu dengan merendam biji dengan larutan asam pekat.
2.      Pada buah terdapat zat penghambat yang dapat menghambat biji berkecambah. Semakin asam sari buah, maka akan menghambat perkecambahan biji.

BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Perkecambahan. http://id. Wikipedia.org/wiki/perkecambahan. Diakses pada tanggal 4 Juni 2012.
Dwidjoseputro. 1985. Pengantar Fisiologi Lingkungan Tanaman. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Lita, Sutopo. 1985. Teknologi Benih. Jakarta : Rajawali.
Retno, Catarina. 2012. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Yogyakarta : Universitas Sanata Dharma.
Salisbury dan Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Bandung : ITB.
Sitompul. S.M. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta : UGM Press.