LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN
DORMANSI KARENA
KULIT BIJI YANG KERAS
DAN
PENGARUH ZAT
PENGHAMBAT TERHADAP PERKECAMBAHKAN BIJI
DI SUSUN OLEH:
V. Ivana
Rosdianti (101434009)
Stepani Septi
Kurniawan (101434023)
Triyanto (101434029)
Gebi Marselina
Silaen (101434037)
Bernadetha Yesi
Putri (101434041)
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2012
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dormansi adalah suatu keadaan berhenti
tumbuh yang dialami organisme
hidup atau bagiannya sebagai tanggapan
atas suatu keadaan yang tidak mendukung pertumbuhan normal. Dengan demikian,
dormansi merupakan suatu reaksi atas keadaan fisik atau lingkungan tertentu.
Pemicu dormansi dapat bersifat mekanis, keadaan fisik lingkungan atau kimiawi.
Banyak biji tumbuhan budidaya yang
menunjukkan perilaku ini. Penanaman benih secara normal tidak menghasilkan
perkecambahan atau hanya sedikit perkecambahan. Perilaku tertentu perlu
dilakukan untuk mematahkan dormansi sehingga benih menjadi tanggap terhadap kondisi yang kondusif bagi
pertumbuhan. Bagian tumbuhan yang lainnya yang juga diketahui berperilaku
dormansi adalah kuncup.
Kondisi dormansi mungkin dibawa sejak
benih masak secara fisiologis ketika masih berada pada tanaman induknya atau
mungkin setelah benih tersebut terlepas dari tanaman induknya. Dormansi pada
benih dapat disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit biji dan keadaan
fisiologis dari embrio atau bahkan kombinasi dari kedua keadaan tersebut.
Memecahkan dormansi pada benih tanaman
pangan untuk mengetahui dan membedakan apakah suatu benih yang tidak dapat
berkecambah adalah dorman atau mati, maka dormansi perlu dipecahkan. Masalah utama yang dihadapi pada saat
pengujian daya tumbuh/kecambah benih
yang dormans adalah bagaimana cara
mengetahui dormansi, sehingga diperlukan cara-cara agar dormansi dapat
dipersingkat.
Ada beberapa cara yang telah diketahui
antaranya dengan perlakuan mekanis yaitu Skalirifikasi. Skalirifikasi ini mencakup
cara-cara seperti mengkikir/menggosok kulit biji dengan amplas. Melubangi kulit
biji dengan pisau, memecahkan kulit biji maupun dengan perlakuan goncangan
untuk benih-benih yang memiliki sumbat gabus. Tujuan
dari perlakuan mekanis adalah untuk melemahkan kulit biji yang keras sehingga
lebih permeabel terhadap air dan gas.
Dengan perlakuan kimia, tujuan dari
perlakuan ini adalah menjadikan kulit biji lebih mudah dimasuki air pada waktu proses
imbibisi. Larutan asam kuat seperti asam sulfat, asam nitrat dengan konsentrasi pekat membuat kulit
biji menjadi lebih lunak sehingga dapat dilalui oleh air dengan mudah.
Penyebab lain dari dormansi biji adalah
adanya zat penghambat perkecambahan. Cairan buah tertentu seperti jeruk dan
tomat mengandung zat penghambat perkecambahan sehingga mencegah biji tersebut
tidak berkecambah ketika masih dalam buah. Dormansi karena adanya zat
penghambat dapat dihilangkan dengan mencuci biji dengan air sehingga zat
penghambat akan hilang.
B.
Permasalahan
Permasalahan
dari praktikum yang kami lakukan adalah:
1.
Apakah dengan perlakuan fisik dan kimia
dapat mematahkan dormansi pada kulit biji yang keras ?
2.
Apakah zat penghambat yang terdapat
dalam daging buah berpengaruh terhadap perkecambahan biji ?
C.
Tujuan
Tujuan yang ingin
dicapai dalam praktikun ini adalah :
1.
Mematahan dormansi
pada biji karena kulit biji yang keras dengan perlakuan fisik dan kimia.
2.
Melihat
pengaruh zat penghambat yang terdapat dalam daging buah terhadap perkecambahan
biji.
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
Benih
dikatakan dormansi bila benih tersebut sebenarnya hidup tetapi berkecambah
walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum dianggap telah memenuhi
syarat bagi suatu perkecambahan. Dormansi merupakan terhambatnya proses
metabolisme
dalam
biji. Dormansi dapat berlangsung dalam waktu yang sangat bervariasi
(harian-tahunan) tergantung oleh jenis tanaman dan pengaruh lingkungannya.
Dormansi pada benih dapat disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit, keadaan
fisiologis dari embrio, atau kombinasi dari kedua keadaan tersebut. Namun
demikian,
dormansi bukan berarti benih tersebut mati atau tidak dapat tumbuh kembali,
disini hanya terjadi masa istirahat dari pada benih itu sendiri. Masa ini dapat
dipecahkan dengan berbagai cara, seperti cara mekanis atau kimiawi. Cara
mekanis dengan menggunakan sumber daya alat atau bahan mekanis yang ada seperti
amplas, jarum, pisau, alat penggoncang dan sebagainya.
Sedangkan cara kimiawi dengan menggunakan bahan-bahan kimia seperti asam sulfat
pekat dan HNO3 pekat. Pada intinya cara-cara tersebut supaya
terdapat celah agar air dan gas udara untuk perkecambahan dapat masuk kedalam
benih (Suetopo, 1985).
Variasi
umur benih suatu tanaman sangatlah beragam, namun juga bukan berarti bahwa
benih yang telah masak akan hidup selamanya. Seperti, kondisi penyimpanan
selalu mempengaruhi daya hidup benih. Meningkatnya kelembaban biasanya
mempercepat hilangnya daya hidup, walaupun beberapa biji dapat hidup lebih lama
dalam air. Penyimpanan dalam botol atau di udara
terbuka pada suhu sedang sampai tinggi menyebabkan biji kehilangan air dan sel
akan pecah apabila biji diberi air. Pecahnya sel melukai embrio dan melepaskan
hara yang merupakan bahan yang baik bagi pertumbuhan pathogen penyakit. Tingkat
oksigen normal umumnya mempengaruhi dan merugikan masa hidup biji. Kehilangan
daya hidup terbesar bila benih disimpan dalam udara lembab dengan suhu 35oC
atau lebih (Dwidjoseputro, 1985).
Tipe
dormansi:
a. Dormansi
fisik : yang menyebabkan pembatasan struktural terhadap perkecambahan. Seperti
kulit biji yang keras dan kedap sehingga menjadi penghalang mekanisme terhadap
masuknya air dan gas pada beberapa jenis tanaman.
b. Dormansi
fisiologi : dapat disebabkan oleh beberapa mekanisme, umumnya dapat disebabkan
oleh pengatur tumbuh baik penghambat atau perangsang tumbuh, dapat juga oleh
faktor-faktor dalam seperti ketidaksamaan embrio dan sebab-sebab fisiologi
lainnya.
Dormansi
adalah masa istirahat biji sehingga proses perkecambahan tidak dapat terjadi,
yang disebabkan karena adanya pengaruh dari dalam dan luar biji (Salisbury dan
Ross, 1995).
Perkecambah
merupakan transformasi dari bentuk embrio menjadi tanaman yang sempurna. Perkecambahan
biji yang dipermudah dengan keadaan tertentu seperti penyucian, dengan keberadaan zat penghambat
tumbuh larut air pada kulit biji, suhu rendah, perpecahan kulit biji dan hal
lain membuat potensial bahan tanam sebagai sumber keseragaman tanaman menjadi
cukup rumit. Ditambah
lagi dengan kenyataan bahwa lingkungan relung tanah tidak akan sama pada
kondisi lapangan seperti dalam hal kandungan air, temperatur dan organisme ( Sitompul dan
Guritno, 1995).
Perkecambahan
biji adalah kulminasi dari serangkaian kompleks proses-proses metabolik yang masing-masing harus berlangsung tanpa
gangguan. Tiap substansi yang menghambat salah satu proses akan berakibat pada
terhambatnya seluruh rangkaian proses pekecambahan. Beberapa zat penghambat dalam
biji yang telah berhasil diisolir adalah soumarin dan lacton tidak jenuh, namun
lokasi penghambatnya sukar ditentukan
karena daerah
kerjanya berbeda dengan tempat dimana zat
tersebut diisolir. Zat penghambat dapat berada dalam embrio, endosperm, kulit biji maupun daging buah (Anonim,
2007).
BAB
III
ALAT,
BAHAN, DAN CARA KERJA
Acara
D.2
A. Bahan :
1.
Biji saga/ Abrus precatorius
2.
Asam sulfat pekat
3.
Akuades
B.
Alat
:
1. Cawan
petri
2. Amplas/
alat penggosok
C.
Cara
kerja :
1. Mengambil
50 biji saga dan membaginya pada 5 kelompok masing-masing 10 biji
2. Kelompok
1 : biji saga diperlakukan secara fisik dengan menghilangkan sebagian kulit
biji pada bagian yang tidak ada lembaganya. Caranya dengan mengamplasnya.
Selanjutnya dikecambahkan dalam akuades.
3. Kelompok
2, 3, 4 biji saga diperlakukan secara kimiawi dengan direndam dalam asam sulfat
pekat selama 5 menit, 10 menit, dan 15 menit. Setelah direndam biji dicuci
menggunakan akuades dan dikecambahan dalam akuades.
4. Kelompok
5: biji saga langsung dikecambahkan dalam akuades sebagai kontrol.
5. Akuades
untuk perkecambahan diganti setiap 2 hari.
6. Mengamati
kapan mulai berkecambah dan menghitung banyaknya biji yang berkecambah pada
tiap kelompok.
7. Pengamatan
dilakukan selama 2 minggu.
Acara
D.3
A.
Bahan
1. Biji
padi/gabah
2. Larutan
Buah tomat
3. Larutan
Buah jeruk
4. Larutan
Buah pepaya
5. Larutan
Buah markisa
6. Akuades
B.
Alat
1. Cawan
petri
C.
Cara
kerja
1. Mengambil
250 biji padi dan membaginya pada 5 kelompok setiap kelompok masing-masing 50
biji.
2. Mencuci
Biji padi dengan menggunakan akuades dan masukkan dalam cawan petri.
3. 4
kelompok biji padi dikecambahkan dalam larutan buah yang sudah dipersiapkan,
dan 1 kelompok kecambahkan dalam akuades sebagai kontrol.
4. Setiap
2 hari sekali cairan buah diganti dengan yang baru.
5. Sebelum
dimasukkan dalam cairan buah yang baru, biji dicuci dahulu dengan akuades
sampai bersih.
6. Mengamati
kapan mulai berkecambah, berapa jumlah biji yang berkecambah dan menentukan
presentasi biji berkecambah.
7. Setelah
perkecambahan biji pada kontrol mencapai 70%, mencuci biji yang dikecambahkan
dalam cairan buah dan mengecambahkan dalam akuades.
8. Melanjutkan
pengamatan sampai persentase biji yang berkecambah mencapai 100%.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Perkecambahan Biji Berkulit Keras
dengan Perlakuan Fisik dan Kimia
Perlakuan
|
Jumlah
Biji Saga yang Ber
kecambah
|
||||||
Rabu
9 Mei
|
Jumat
11 Mei
|
Senin
14 Mei
|
Rabu
16 Mei
|
Jumat
18 Mei
|
Senin
21 Mei
|
Rabu
23 Mei
|
|
Diamplas
|
0
|
7
|
9
|
9
|
9
|
9
|
|
Direndam
5 menit dalam H2SO4
|
0
|
8
|
8
|
8
|
8
|
8
|
|
Direndam
10 menit dalam H2SO4
|
0
|
9
|
9
|
9
|
9
|
9
|
|
Direndam
15 menit dalam H2SO4
|
0
|
10
|
10
|
10
|
10
|
10
|
10
|
Kontrol
|
0
|
1
|
1
|
1
|
1
|
2
|
4
|
Pembahasan :
Dormansi biji saga karena kerasnya kulit biji saga dapat
dipecahkan dengan mekanisme skalirifikasi dan perlakuan kimia. Mekanisme
skalirifikasi dengan mengikir/menggosok kulit biji dengan amplas dapat
melemahkan kulit biji yang keras sehingga lebih permeabel terhadap air dan gas.
Terbukti dari hasil pengamatan, biji saga yang telah diamplas perkecambahannya
lebih banyak daripada biji saga yang hanya direndam dalam akuades.
Perlakuan kimia dengan merendam biji saga menggunakan
larutan asam sulfat dengan konsentrasi pekat membuat kulit biji saga menjadi
lunak sehingga dapat dengan mudah dilalui oleh air pada waktu imbibisi. Waktu
perendaman juga mempengaruhi kelunakan kulit biji saga. Semakin lama waktu
perendaman maka semakin lunak kulit biji saga dan mempercepat perkecambahan
biji saga. Terbukti dari hasil pengamatan, biji saga yang di rendam selama 15
menit lebih banyak yang berkecambah dibandingkan yang direndam selama 10 menit
dan 5 menit. Biji saga yang direndam selama 10 menit lebih banyak yang berkecambah
dibandingkan yang direndam selama 5 menit.
Pemecahan dormansi pada biji saga lebih cepat dengan
menggunakan larutan asam sulfat dengan konsentrasi pekat dan waktu perendaman
yang lama. Karena kulit biji saga yang direndam dengan asam sulfat dan dengan waktu
perendaman 15 menit menjadi lebih lunak sehingga mudah untuk dilalui oleh air
pada saat proses imbibisi.
Tabel 2. Pengaruh Zat Penghambat terhadap
Perkecambahan Padi
Perlakuan
|
Jumlah
Biji Padi yang Ber
kecambah
|
||||||
Rabu 9
Mei
|
Jumat
11 Mei
|
Senin
14 Mei
|
Rabu
16 Mei
|
Jumat
18 Mei
|
Senin
21 Mei
|
Rabu
23 Mei
|
|
Direndam
dalam sari buah jeruk
|
0
|
0
|
0
|
38
|
47
|
47
|
47
|
Direndam
dalam sari buah tomat
|
0
|
0
|
0
|
41
|
44
|
44
|
|
Direndam
dalam sari buah markisa
|
0
|
0
|
0
|
0
|
9
|
13
|
|
Direndam
dalam sari buah pepaya
|
0
|
0
|
0
|
39
|
43
|
47
|
|
Kontrol
|
0
|
0
|
41
|
49
|
50
|
50
|
50
|
Pembahasan :
Zat penghambat perkecambahan mempengaruhi dormansi biji.
Semakin banyak kandungan zat penghambat dari suatu biji, maka akan semakin
memperlambat proses pemecahan biji. Dari
hasil pengamatan di atas, dapat dilihat bahwa perkecambahan kontrol lebih cepat
dan lebih banyak dari pada yang direndam dalam sari buah, karena sari buah yang
digunakan mengandung zat penghambat sehingga menghambat proses pemecahan biji
padi.
Dari data yang diperoleh dapat diketahui bahwa pemecahan
biji padi paling lambat adalah yang menggunakan sari markisah. Hal ini
menandakan bahwa dalam sari markisah lebih banyak terdapat zat penghambat
dibandingkan dengan sari buah pepaya, tomat maupun jeruk. Sari-sari buah yang
digunakan adalah berjenis asam, dan terbukti bahwa zat asam jika digunakan
untuk biji yang kulitnya tidak terlalu tebal dan biji tetap dapat mengalami
imbibisi justru akan menghambat pemecahan biji. Apabila zat penghambat ini
tetap berada didalam biji maka dapat menghambat perkecambahan biji sehingga
mencegah biji untuk berkecambah ketika masih didalam buah. Dormansi ini dapat
dihilangkan dengan menghilangkan zat penghambat biji yaitu dengan cara mencuci
biji dengan air biasa dan merendam biji didalam air biasa yang tidak mengandung
zat penghambat.
BAB V
KESIMPULAN
Kesimpulan dari praktikum yang kami lakukan adalah:
1.
Dormansi
biji dapat dipecahkan melalui perlakuan fisik yaitu dengan mengamplas biji dan
dengan perlakuan kimia yaitu dengan merendam biji dengan larutan asam pekat.
2.
Pada
buah terdapat zat penghambat yang dapat menghambat biji berkecambah. Semakin
asam sari buah, maka akan menghambat perkecambahan biji.
BAB VI
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim. 2012. Perkecambahan. http://id.
Wikipedia.org/wiki/perkecambahan. Diakses pada tanggal 4 Juni 2012.
Dwidjoseputro. 1985. Pengantar Fisiologi
Lingkungan Tanaman. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Lita,
Sutopo. 1985. Teknologi Benih.
Jakarta : Rajawali.
Retno,
Catarina. 2012. Petunjuk Praktikum
Fisiologi Tumbuhan. Yogyakarta : Universitas Sanata Dharma.
Salisbury dan Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Bandung :
ITB.
Sitompul. S.M. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta
: UGM Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar